Minggu, 09 Maret 2014

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.



KHUTBAH PERTAMA:

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

قا ل الله تعالي في القران الكريم اعؤد با الله من الشطان الرخيم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ

Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT, dalam arti Takwa yang sebenar-benarnya, yakni menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan ketahuilah, hak manusia yang paling besar atas diri kalian adalah hak kedua orang tua dan karib kerabat.

مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Tema kutbah pada kali ini adalah Berbakti kepada ke 2 Orang Tua
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (QS an-Nisa:36):
وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَ بِالْوالِدَيْنِ إِحْساناً
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (QS Lukman :14):
وَ وَصَّيْنَا الْإِنْسانَ بِوالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلى‏ وَهْنٍ وَ فِصالُهُ في‏ عامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لي‏ وَ لِوالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصيرُ
Dan Kami berwasiat kepada manusia tentang kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. (Kami berwasiat kepadanya), “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, karena hanya kepada-Ku-lah kembalimu.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Nabi telah menjadikan bakti kepada orang tua lebih diutamakan daripada berjihad di jalan Allah.
Disebutkan dalam shahihain dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata:
Aku bertanya kepada Nabi: “Amalan apakah yang paling utama?” beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.”
Dikisahkan dalam kitab Shahih Muslim, bahwa ada seseorang datang kepada Nabi seraya berkata: “Aku berbaiat kepadamu untuk berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Aku mengharap pahala dari Allah.” Beliau bertanya, “Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab, “ Ya, bahkan keduanya masih hidup,” beliau bersabda, “Engkau mencari pahala dari Allah?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Pulanglah kepada kedua orang tuamu, kemudian perbaikilah pergaulanmu dengan mereka.”
Disebutkan dalam sebuah hadits, ada seseorang yang berkata kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin berjihad namun aku tidak mampu melakukannya”. Beliau bertanya: “Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih ada?” ia menjawab, “Ya, ibuku”. Beliau bersabda: “Temuilah Allah dalam keadaan berbakti kepada kedua orang tuamu. Apabila engkau melakukannya, maka berarti engkau telah berhaji, berumrah dan berjihad.”
Allah juga telah berwasiat supaya berbuat baik kepada kedua orang tua di dunia walaupun keduanya kafir. Akan tetapi, apabila keduanya menyuruh untuk berbuat kufur maka sang anak tidak boleh menaati perintah kufur ini. Allah berfirman:
وَ إِنْ جاهَداكَ عَلى‏ أَنْ تُشْرِكَ بي‏ ما لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُما وَ صاحِبْهُما فِي الدُّنْيا مَعْرُوفاً وَ اتَّبِعْ سَبيلَ مَنْ أَنابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka, dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lantas Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Disebutkan dalam kitab shahihain, dari Asma’ binti Abu Bakar, ia menceritakan ketika ibunya datang menyambung silaturrahmi dengannya padahal si ibu masih dalam keadaan musyrik.
Asma’ bertanya kepada Rasulullah:
“Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku ingin (menyambung hubungan dengan putrinya, Asma’), apakah aku boleh menyambung hubungan kembali dengan ibuku?” Rasulullah menjawab, “Ya, sambunglah.”
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Cara berbakti kepada kedua orang tua, ialah dengan mencurahkan kebaikan, baik dengan perkataan, perbuatan atau pun harta.
Berbuat baik dengan perkataan, yaitu kita bertutur kata kepada keduanya dengan lemah lembut, menggunakan kata-kata yang baik dan menunjukkan kelembutan serta penghormatan.
Berbuat baik dengan perbuatan, yaitu melayani keduanya dengan tenaga yang mampu kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, membantu dan mempermudah urusan-urusan keduanya. Tentu, tanpa membahayakan agama atau pun dunia kita. Allah Maha Mengetahui sefala hal yang sekiranya membahayakan. Sehingga kita jangan berpura-pura mengatakan sesuatu itu berbahaya bagi diri kita padahal tidak, sehingga kita pun berbuat durhaka kepada keduanya dalam hal itu.
Berbuat baik dengan harta, yaitu dengan memberikan setiap yang kita miliki untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh keduanya, berbuat baik, berlapang dada dan tidak mengungkit-ungkit pemberian sehingga menyakiti perasaan ibu bapak.
Dan ketahuilah para jama’ah Jum’at rahimakumullah,
Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya dilakukan tatkala keduanya masih hidup. Namun tetap dilakukan menakala keduanya telah meninggal dunia. Ada sebuah kisah, yaitu seseorang dari Bani Salamah mendatangi Nabi. Ia bertanya:
“Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya meninggal?” Beliau menjawab, “Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun untuknya, melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturrahmi yang tidak bias disambungn kecuali melalui jalan mereka berdua, dan memuliakan teman-temannya.” (HR Abu Dawud)
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Betapa luas cakupan berbakti kepada kedua orang tua, bahkan termasuk di dalamnya keharusan memuliakan dan menyambung silaturrahmi kepada teman kerabat.
Disebutkan dalam kitab Shahih Muslim, dari Abdullah bin Umar bin Khattab:
Suatu hari beliau berjalan di kota Makkah dengan mengendarai keledai yang biasa beliau gunakan bersantai jika bosan mengendarai unta. Lalu di dekat beliau lewatlah seorang Arab Badui. Lantas Abdullah bin Umar pun bertanya kepadanya: “Benarkah engkau Fulan bin Fulan?” Ia menjawab, “Ya” kemudian Abdullah bin Umar memberikan keledainya kepada orang itu sambil berkata, “Naikilah keledai ini.” Beliau juga memberikan sorban yang mengikat di kepalanya seraya berkata, “Ikatlah kepalamu dengan ini.” Maka sebagian sahabatnya berkata, “Semoga Allah mengampunimu. Mengapa engkau memberikan keledai kendaraan santaimu dan sorban ikat kepalamu kepada orang itu?” maka Ibnu Umar menjawab: “Orang ini, dahulu adalah teman Umar (Bapakku), dan aku pernah mendengar Rasulullah berkata, “Sesungguhnya bakti yang terbaik, ialah tetap menyambung hubungan keluarga ayahnya.”
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ  قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ..


KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّه,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
اُؤصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَي الله فقد فاز المتقؤن
اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Pada khutbah pertama, telah kami sampaikan penjelasan mengenai kedudukan berbakti kepada orang tua dan keagungan martabatnya. Adapun balasan berbakti ini ialah pahala yang besar saat di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa yang berbakti kepada orang tuanya, maka kelak anak-anaknya juga akan berbakti kepadanya, serta memberikan jalan keluar dari kesusahan.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari hadits Ibnu Umar disebutkan tentang kisah tiga orang yang ingin bermalam di gua, tiba-tiba sebongkah batu besar jatuh dan menutup mulut gua tsb.
Mereka kemudian bertawassul kepada Allah dengan amal-amal shalih yang pernah dikerjakan supaya mereka bisa keluar. Salah seorang dari mereka berkata:
“Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai bapak dan ibu yang sudah sangat tua. Aku tidak pernah memberikan susu depada keluarga maupun budakku sebelum mereka berdua.
Suatu hari, aku pergi jauh untuk mencari pohon dan belum kembali kepada mereka hingga mereka pun tertidur. Akupun memerah susu untuk mereka. Setelah selesai, ternyata aku mendapatkan mereka berdua telah tertidur. Aku tidak ingin membangunkannyadan tidak memberikan susu kepada keluarga maupun untuk diriku sendiri. Aku terus menunggu mereka sambil membawa mangkuk susu di tanganku hingga terbit fajar. Mereka pun bangun dan meminum susu perahanku.
Ya Allah, sekiranya aku melakukan itu semua karena-Mu, maka bukakanlah batu yang telah menutupi kami ini.”
Maka batu itu pun bergeser sedikit. Kemudian demikian pula yang lainnya berdoa, bertawassul dengan amalan shalih yang pernah mereka kerjakan. Akhirnya, batu itupun bergeser sehingga gua terbuka dan mereka dapat keluar, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Ketahuilah, berbakti kepada orang tua juga akan mendatangkan keluasan rizki, panjang umur, dan khusnul khatimah.
Diriwayatkan dari Sahabat Ali bin Abi Thalib bahwasanya Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang senang apabila dipanjangkan umurnya, diluaskan rizkinya, dan dihindarkan dari suúl khatimah, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturrahmi”. Dan sesungguhnya, berbakti kepada orang tua merupakan wujud silaturrahmi yang paling mulia, karena orang tua memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan kita.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Seorang mukmin yang berakal, sungguh sangat tidak pantas berbuat durhaka dan memutuskan hubungan dengan kedua orang tua, padahal ia mengetahui keutamaan berbakti kepadanya, dan balasannya yang mulia di dunia maupun di akhirat. Larangan ini sangat besar.
Apabila telah mencapai usia lanjut, kedua orang tua akan mengalami kelemahan badan maupun pikiran. Bahkan keduanya bisa mengalami kondisi yang serba menyusahkan, sehingga menyebabkan seseorang mudah menggertak atau bersikap malas untuk melayaninya. Dalam keadaan demikian, Allah melarang setiap anak menggertak, membentak, meskipun dengan ungkapan yang paling ringan. Tetapi Allah memerintahkan si anak supaya bertutur kata yang baik, merendahkan diri dalam perkataan, maupun perbuatan di hadapan keduanya. Sebagaimana sikap pembantu di hadapan majikannya. Demikian pula, Allah memerintahkan si anak supaya mendoakan kedua orang tua nya, semoga Allah mengasihi kedua nya sebagai mana keduanya mengasihi dan merawat si anak tatkala masih kecil.
Sang ibu rela berjaga saat malam hari demi menidurkan anaknya. Ia pun rela menahan rasa letih supaya si anak bisa beristirahat dengan cukup. Ada pun bapaknya, ia berusaha sekuat tenaga mencari nafkah. Letih pikirannya, letih pula badannya. Semua itu, tidak lain ialah untuk memberi makan dan mencukupi kebutuhan si anak. Sehingga sepantasnya bagi si anak untuk berbakti kepada kedua orang tua nya sebagai balasan atas kebaikan keduanya.
Dalam kitab shahihain disebutkan dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang laki – laki bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab, “Ïbumu”. Orang itu bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?” Nabi menjawab: Ïbumu”. Orang itu mengulangi pertanyaanya: “Kemudian siapa lagi?” Nabi pun kemudian mengulangi jawabannya: Ïbumu”. Ia pun kemudian mengulangi pertanyaan nya untuk keempat kali nya: “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: “Bapakmu.”
Semoga Allah memberikan taufik-Nya, sehingga memudahkan kita untuk berbakti kepada ibu bapak. Dan semoga Allah memberi karunia kepada kita keikhlasan dalam melaksanakannya. Sesungguhnya Dia lah Dzat yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ اخمعين والحمد لله رب العالمين.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ  مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدْيتَنا ، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمة ، إِنّكَ أنتَ الوَّهابُ
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَ اغْفِرْ لَنَا وَ ارْحَمْنَآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
  رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ
فاَ دْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْاَبْرَارِ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَارُ يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَي الْمُرْ سَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
وَلَذِ كْرُ اللهِ اَكْبَرُ


Kamis, 06 Maret 2014

Mengingat Kematian



KHUTBAH PERTAMA:

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

قا ل الله تعالي في القران الكريم اعؤد با الله من الشطان الرخيم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ

Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT, dalam arti Takwa yang sebenar-benarnya, yakni menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan ketahuilah bahwa mati merupakan pesan yang dipandang cukup bagi orang islam 

مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Tema kutbah pada kali ini adalah mengingat kematian
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (QS. Ali-Imran: 185)
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehidupan yang memperdayakan.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (QS. Al-Jumu’ah : 8

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنتُم تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Ayat di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila didengar oleh hati, maka ia menjadi gemetar. dan apabila didengar oleh seseorang yang lupa maka akan membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang. Suatu perjalanan yang banyak ujian dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu suatu perjalanan yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau penduduk neraka.
Perjalanan itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah telah bersabda:
لَوْتَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا.
Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Mutafaq ‘Alaih)
Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya…! niscaya kita akan ingat…! bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (QS. Al-A’la: 17).
وَاْلأَخِرَةُ خَيْرٌوَأَبْقَى
Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”
Akan tetapi kadang kita lupa akan perjalanan itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak ada nilainya di sisi Allah.
Di kala kita merasakan pedihnya kematian maka Rasulullah sebagai makhluk yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah bersabda,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ.
Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, sesungguhnya di dalam kematian terdapat rasa sakit.” (HR. Bukhari)
Ingatlah di kala nyawa kita dicabut oleh malaikat maut. Nafas kita tersengal, mulut kita dikunci, anggota badan kita lemah, pintu taubat telah tertutup bagi kita. Di sekitar kita terdengar tangisan dan rintihan handai taulan yang kita tinggalkan. Pada saat itu tidak ada yang bisa menghindarkan kita dari sakaratul maut. Tiada daya dan usaha yang bisa menyelamatkan kita dari kematian.



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (QS. Qaaf: 19)
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”
Alloh SWT berfirman (QS. Annisa’ 78)

أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَ لَوْ كُنْتُمْ في‏ بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

Di mana saja kamu berada, kematian akan mengejarkamu, kendati pun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.
Cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadi-kan hati bersedih, cukuplah kematian menjadikan air mata berlinang. Perpisahan dengan saudara tercinta. Penghalang segala kenikmatan dan pemutus segala cita-cita.
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Marilah kita tanyakan kepada diri kita sendiri, kapan kita akan mati ? Di mana kita akan mati ?
Demi Allah, hanya Allah-lah yang mengetahui jawabannya, apabila kematian itu telah sampai waktunnya kita sudah tidak dapat meminta untuk diundur miskipun hanya sebentar
Alloh SWT berfirman (QS. Al a’rof 34)

وَ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذا جاءَ أَجَلُهُمْ لا يَسْتَأْخِرُونَ ساعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya

Olehkarena itu marilah senyampang kita masih diberi kesempatan hidup oleh Alloh SWT, untuk menghadapi maut/mati tersebut mari kita persiapkan dengan memperbanyak amal Ibadan dan amal sholeh yang lain yang sesuai dengan apa yang ajarkan Rusululloh SAW kepada kita. dan kita berharap dalam kehidupan didunia kita mendapat hasanah wafil akhiroti khasanah serta kelak kita dipanggil Alloh SWT dalam keadaan  husnul khotimah. Amiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ  قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ..



KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّه,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
اُؤصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَي الله فقد فاز المتقؤن
اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

مَعَاسِيْرَالْمُسْلِمِيْنَ جَامَعَةُ الْجُمْعَةْ رَحِمَكُمُ اللهَ
Pada kutbah ke 2 ini marilah  kita bermuhasabah pada diri kita masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa kita pergunakan. Apakah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT ataukah hanya bermain-main saja ?
Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah atau haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan marilah kita terus bermuhasabah terhadap diri kita,  Dari hari-hari yang telah kita lalui.
Perlu kita ingat, umur kita semakin berkurang dan Kematian pasti akan menjemput kita. Dosa terus bertambah. Mari kita lakukan taubat sebelum ajal menjemput kita. Sedangkan waktu yang telah kita lalui sudah pasti tidak akan bias kembali lagi.
Akhirnya marilah kita bersama-sama  berdoa kepada Alloh SWT dan berharap agar kita dipanggil Alloh SWT dalam keadaan tetap iman dan islam. Dan mudah-mudahan kita semua mendapatkan husnul khotimah. Amiin.
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ اخمعين والحمد لله رب العالمين.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ  مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدْيتَنا ، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمة ، إِنّكَ أنتَ الوَّهابُ
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَ اغْفِرْ لَنَا وَ ارْحَمْنَآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
  رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ
فاَ دْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْاَبْرَارِ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَارُ يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَي الْمُرْ سَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
وَلَذِ كْرُ اللهِ اَكْبَرُ
Disampaikan di Masjid Asyifa' RSU Aminah 07 Maret 2014